Nawal, Menulis dengan Keras Kepala

Membaca buku Catatan dari Penjara Perempuan (1984), memoar dari Nawal El Saadawi ini, saya jadi teringat salah satu sesi kuliah filsafat dengan Pak Rocky Gerung –kami memanggilnya Roger :)– tentang feminisme. Beliau bilang begini, “Bagi kalian yang perempuan di sini, saya sarankan, kalau nanti ketemu pacar atau calon suami, tanyalah pada mereka, ‘Do you speak feminism?’ sebelum kalian ke jenjang yang lebih lanjut.” (more…)

Gelandangan dan Pengemis, antara London, Jakarta, dan Denpasar

Sulit menemukan buku semacam ini.

Saya sulit mau membandingkan buku ini dengan yang lain karena ia tidak masuk genre mana-mana. Kalau dibilang otobiografi, tapi dia lebih banyak cerita tentang orang lain daripada dirinya sendiri. Kalau dibilang fiksi, ini kisah nyata. Kalau dibilang memoar, kisahnya absurd, seolah keluar dari imajinasi. (more…)

soliter, solider

Tuhan & Hal-hal yang Tak Selesai, no. 57

Seorang penjaga gawang adalah seorang yang soliter, tapi ia juga seorang yang solider: ia seorang yang paling tersisih tapi ia hadir dalam sebuah kesetiakawanan. Ia mungkin sang kapten kesebelasan, tapi dalam sebuah permainan yang agresif, ia jarang sekali sang pemberi arah, irama, ataupun semangat timnya di medan pergulatan. Ia teramat jauh di garis belakang. (more…)

Aku, Buku dan Hypnerotomachia

Telah kutemukan agamaku. Tak ada yang lebih penting dari buku. Aku memandang perpustakaan sebagai tempat ibadah.
(Jean-Paul Sartre)

Mungkin pernyataan itu cocok untuk tokoh-tokoh di buku The Rule of Four ini. Tapi saya khawatir bahwa kalimat itu kemudian, secara dilematis, tepat juga untuk saya.

Saya belum pernah sejelas ini memahami bahwa buku bisa jadi sangat berbahaya buat kehidupan seseorang. Dalam sejarah, –yang sekarang diulang lagi lewat film dan novel—orang bisa membunuh dan dibunuh demi sebuah –atau beberapa buah— buku. The Name of the Rose, The Book of Eli, dan banyak lagi literatur yang menceritakan panjangnya pertumpahan darah sejak pertama kali ‘buku’ muncul di dunia.
(more…)